160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Silsilah Ki Ageng Tarub dan Fakta-fakta Mengejutkan yang Jarang Diketahui

SmartGro – Ki Ageng Tarub adalah seorang tokoh besar yang hidup di era Kerajaan Majapahit terakhir. Makamnya diyakini berada di Desa Tarub, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan. Di luar makam ini, terdapat sejumlah versi makam Ki Ageng Tarub di sejumlah daerah lainnya.

Kisah hidup Ki Ageng Tarub atau bernama asli Kidang Telangkas, sejauh ini lebih banyak dituturkan dalam bentuk folklor ketimbang sisi historisnya. Sehingga fakta historis kehidupannya nyaris tak pernah dieksplor. Apalagi sumber historisnya memang nyaris tidak ada—untuk tidak mengatakan tidak ada.

Sampai sekarang misalnya, nasab Ki Ageng Tarub, hemat saya, masih belum jelas. Kecuali versi populer yang dipegang oleh juru pelihara makam, KRAT Hastono Adinagoro, yang menyatakan bahwa Ki Ageng Tarub merupakan putra Syekh Maulana Maghribi dan Dewi Rasa Wulan.

Tulisan singkat ini akan berupaya menggali silsilah Ki Ageng Tarub dan mengungkap fakta-fakta mengejutkan yang jarang diketahui.

Asal-usul Ki Ageng Tarub Menurut Babad Tanah Jawi

Babad Tanah Jawi merupakan salah satu buku berisi kronik populer berbahasa Jawa yang di antaranya menguraikan nasib Kerajaan Majapahit, sejak masa pembentukannya hingga masa keruntuhannya.

Kronik sejarah itu dijalin dengan dongengan, sehingga sulit membedakan mana yang benar-benar fakta historis dan mana yang dongeng.

Dalam Babad Tanah Jawi, nasab Ki Ageng Tarub dicitrakan sangat negatif. Ki Ageng Tarub—atau saat muda dikenal dengan nama Jaka Tarub, disebut merupakan anak hasil hubungan mesum di luar nikah.

Dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, Ki Ageng di Kudus memiliki seorang anak laki-laki. Disuruh beristri tidak mau, membuat marah ayahnya. Karena takut terus kena marah, Ki Jaka kabur dari rumah.

Ki Jaka pergi menuju gunung Kendeng, hingga sampai ke sebuah taman yang indah. Ki Jaka senang duduk-duduk dan berteduh di taman itu.

Taman itu milik Ki Ageng Kembang Lampir yang memiliki seorang anak putri yang sangat cantik. Saat sang putri mandi di taman sendirian, Ki Jaka melihat dari persembunyiannya dan terpikat dengan kecantikan sang putri.

Selesai mandi, saat sang putri hendak pulang, dikejar oleh Ki Jaka dan diajak berhubungan intim. Lama-kelamaan, sang putri hamil, membuat malu kedua orangtuanya.

Sang putri kemudian meninggalkan rumah, masuk ke tengah hutan. Di hutan, sang putri melahirkan bayi laki-laki, tapi ia mati keguguran. Bayinya tergolek di dekat kakinya.

Bayi itu ditemukan Ki Ageng Selandaka, lalu dibawa ke Desa Tarub, di sebuah tempat pertapaan. Jabang bayi itu ditinggalkan Ki Ageng Selandika di bawah pohon Giyanti dan ditemu oleh Nyi Randa Tarub. Setelah besar, jabang bayi itu dikenal dengan nama Jaka Tarub.

Babad Tanah Jawi lalu menarasikan, setelah berumur tujuh tahun, (Jaka Tarub) kelihatan tampan. Teman sepermainannya sangat sayang kepadanya. Kegemarannya nulup—istilah untuk menyebut berburu burung dengan tulup atau sumpit—ke hutan.

Dua Versi Silsilah Ki Ageng Tarub

Babad Tanah Jawi mencitrakan negatif asal-usul Ki Ageng Tarub. Namun saya mencatat, setidaknya ada dua versi bercitra positif mengenai silsilah Jaka Tarub atau Ki Ageng Tarub—kendati hingga kini, saya belum menemukan dokumen historis yang mendukung kedua versi silsilah itu.

Pertama adalah silsilah Ki Ageng Tarub menurut versi yang paling umum sekaligus versi yang dipegang oleh juru kunci makam Ki Ageng Tarub, KRAT Hastono Adinagoro. Menurut versi ini, Ki Ageng Tarub adalah putra dari Syekh Maulana Maghribi dengan Dewi Rasa Wulan, putri Tumenggung Wilwatikta dan adik kandung Raden Mas Syahid alias Sunan Kalijaga.

Dan versi kedua adalah silsilah Ki Ageng Tarub yang dikemukakan oleh Damar Shashangka dalam novel sejarah karyanya yang berjudul Sabda Palon, Kisah Nusantara yang Disembunyikan (2011).

Di dalam buku tersebut, Damar Shashangka menyebutkan, Ki Ageng Tarub yang bernama kecil Kidang Telangkas adalah putra dari Syekh Maulana Maghribi dan Dewi Retna Dumilah.

Kedua versi itu, menurut saya, saling beririsan. Pertama; keduanya menyebutkan ayah kandung Ki Ageng Tarub adalah Syekh Maulana Maghribi. Bedanya terletak pada nama ibu kandungnya.

Kedua; bila ditelesik lebih jauh, baik versi KRAT Hastono Adinagoro maupun versi Damar Shashangka, keduanya menyebutkan bahwa pertemuan dengan Syekh Maulana Maghribi terjadi saat Dewi Rasa Wulan atau Dewi Retna Dumilah sedang melakukan tapa ngidang.

Namun dari sisi kontruks cerita, Dhamar Shashangka lebih detail dalam mengulas cerita silsilah Ki Ageng Tarub. Sehingga alur historisnya lebih jelas.

Pertemuan Dewi Retna Dumilah dan Syekh Maulana Maghribi

Menurut Damar Shashangka, Dewi Retna Dumilah adalah putri bungsu Adipati Tuban, Arya Adikara. Dia adalah adik dari Raden Ayu Teja. Dewi Retna Dumilah sendiri bertemu dengan Syekh Maulana Maghribi di sebuah hutan saat dirinya sedang menuruti perintah ayahnya melakukan tapa ngidang.

Tapa ngidang adalah bertapa mengikuti cara hidup seekor kijang (dalam bahasa Jawa disebut kidang), makan hanya dedaunan muda, minum langsung dari sumber air, selama tujuh bulan.

Di hutan itulah, Dewi Retna Dumilah bertemu Syekh Maulana Maghribi, lalu berkomunikasi dan berinteraksi, hingga saling jatuh cinta. Apalagi setelah tahu bahwa mereka satu keyakinan—sama-sama beragama Islam, karena ayah Dewi Retna Dumilah, Adipati Arya Adikara, juga sudah lama memeluk Islam.

Damar Shashangka menyebutkan, keislaman Dewi Retna Dumilah bermula dari kakaknya, Raden Ayu Teja, yang dinikahi oleh seorang Cina muslim, bangsawan dari Dinasti Ming yang beragama Islam bernama Haji Gan Eng Chu. Nama muslimnya adalah Haji Abdulrahman.

Haji Gan Eng Chu ditempatkan di Tuban oleh Raja Kauthara, Bong Tak Keng, untuk memimpin para Cina muslim di sana. Sebelumnya, Haji Gan Eng Chu bertugas di Manila. Semenjak perkawinan antara Haji Gan Eng Chu dengan Raden Ayu Teja inilah, mertuanya, Adipati Arya Adikara, tertarik untuk memeluk Islam.

Tak jauh dari lokasi pertemuan antara Syekh Maulana Maghribi dan Dewi Retna Dumilah, hidup seorang bekas murid Syekh Jumadil Kubra yang kemudian membantu menikahkan keduanya. Resmilah Syekh Maulana Maghribi dan Dewi Retna Dumilah menjadi pasangan suami-istri.

Keduanya tinggal di gubug sederhana, hingga Dewi Retna Dumilah hamil. Tapi karena ketakutan, sebab secara tidak langsung ia telah melanggar perintah ayahnya untuk bertapa ngidang, beberapa waktu kemudian, ia pun memutuskan pulang ke Tuban. Hingga kemudian, Dewi Retna Dumilah kembali datang menyerahkan bayinya kepada Syekh Maulana Maghribi. Sedangkan Dewi Retna Dumilah kembali ke Tuban.

Karena merasa tidak bisa mengurus bayi itu, maka Syekh Maulana Maghribi menaruh bayi mungil yang diberinya nama Kidang Telangkas itu ke dalam peti emas berukir indah pemberian Dewi Retna Dumilah saat mengantar bayi putranya itu. Ditaruhlah peti berisi bayi itu di tempat di mana seorang janda pemimpin dukuh itu biasa datang di pusara suaminya yang telah lama meninggal.

Bayi itu pun kemudian ditemukan oleh sang janda—Nyi Ageng Kasihan—dan kemudian dirawatnya dengan sepenuh kasih sayang seperti layaknya anak kandungnya sendiri. Di dalam peti itu, Syekh Maulana Maghribi menulis pesan di selembar daun lontar agar bayi tersebut diberi nama “Kidang Telangkas”.

Ternyata Ki Ageng Tarub Memiliki Darah Sunda

Fakta menarik dari silsilah Ki Ageng Tarub yang diungkap oleh Damar Shashangka adalah ternyata Ki Ageng Kasihan, suami dari Nyi Ageng Kasihan yang menemukan dan merawat bayi Kidang Telangkas, merupakan kakek buyut Jaka Tarub.

Menurut Damar Shashangka, nama asli Ki Ageng Kasihan adalah Ki Arya Penanggungan, seorang bangsawan dari Kerajaan Pajajaran. Saat terjadi konflik antar-saudara, Ki Arya Penanggungan memilih hijrah dari Pajajaran ke Majapahit melalui jalur laut dan mendarat di Tuban. Saat itu, Ki Arya Penanggungan membawa seorang anak yang dititipkan kepada pembesar Tuban.

Ki Arya Penanggungan sendiri memilih menyembunyikan jati dirinya. Ia masuk ke pedalaman Jawa dan menetap di wilayah ini. Ia menikahi Nyi Ageng Kasihan yang kemudian menjadi ibu angkat Ki Ageng Tarub. Dari pernikahan ini, Ki Arya Penanggungan yang telah beralih nama menjadi Ki Ageng Kasihan tidak memiliki anak hingga wafatnya.

Sedangkan anaknya yang ditinggalkan di Tuban mengabdi sebagai pejabat di sana dan berhasil menikahi keturunan Adipati Ranggalawe, bahkan kemudian berhasil menduduki takhta Kadipaten Tuban.

Putra Ki Arya Penanggungan atau Ki Ageng Kasihan terkenal dengan gelar Adipati Arya Adikara, yang tak lain adalah ayah kandung Dewi Retna Dumilah, yang tentu juga adalah kakek Kidang Telangkas alias Jaka Tarub alias Ki Ageng Tarub. Dengan demikian, Ki Arya Penanggungan adalah kakek buyut Ki Ageng Tarub.

Bila merujuk pada silsilah ini, Ki Ageng Tarub yang kelak dikenal sebagai penurun raja-raja Mataram Islam, memiliki darah Sunda dari kakek buyutnya itu.

Ternyata Ki Ageng Tarub dan Sunan Kalijaga Saudara Seibu

Fakta menarik lagi adalah hubungan antara Dewi Rasa Wulan dengan Dewi Retna Dumilah yang ternyata memiki hubungan ibu-anak. Sejumlah literatur menyebutkan, Sunan Kalijaga adalah putra seorang adipati Tuban dan ibunya bernama Dewi Retna Dumilah.

Yudi Hadinata, misalnya, dalam buku Sunan Kalijaga: Biografi, Sejarah, Kearifan, Peninggalan, dan Pengaruh-pengaruhnya (2015) menyatakan bahwa Sunan Kalijaga diperkirakan lahir sekitar tahun 1430-an karena menikah dengan putri Sunan Ampel pada usia 20-an tahun, sementara Sunan Ampel saat itu berusia 50-an tahun. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa Sunan Kalijaga lahir pada 1450 atau 1455. Ia mempunyai ayah bernama Tumenggung Wilotikto (Wilwatikta atau Raden Sahur) dan ibu bernama Dewi Retna Dumilah.

Dewi Rasa Wulan adalah adik kandung Sunan Kalijaga, dengan demikian Dewi Retna Dumilah adalah juga ibu kandung dari Dewi Rasa Wulan.

Menurut Damar Shashangka, setelah menyerahkan bayi Kidang Telangkas kepada Syekh Maulana Maghribi, Dewi Retna Dumilah menikah lagi dengan Adipati Tuban yang terkenal dengan gelar Adipati Wilwatikta. Sehingga dari silsilah versi Damar Shashangka ini, antara Ki Ageng Tarub dengan Sunan Kalijaga dan Dewi Rasa Wulan masih ada hubungan saudara kandung, seibu lain ayah.

Dari ulasan ini, manakah yang lebih valid (sahih) dari dua versi silsilah Ki Ageng Tarub itu? Wallahu a’lam. Perlu kajian dan riset lebih mendalam lagi.

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page