160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Serunya Tamasya ke Museum Jenang Kudus

Replika orang sedang mengaduk jenang di Museum Jenang Kudus. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Smartgro, Kudus Menyebut Kudus, selain terbayang kretek dan Menara Kudus, juga terbayang jenangnya yang legit. Jenang memang identik dengan Kudus.

Berkunjung ke Kudus serasa ada yang kurang bila tak membawa jenang sebagai oleh-oleh.

Di seantero Kudus, hampir di setiap sudut kota dijumpai toko yang menjual jenang Kudus. Berbagai merek jenang Kudus ditawarkan. Tapi merek jenang Kudus paling terkenal adalah merek Mubarok.

Jenang Mubarok bahkan disebut-sebut sebagai pelopor jenang di Kudus. Mubarok-lah yang membawa jenang Kudus populer dan go national.

Jenang Kudus Mubarok sendiri telah menempuh jejak perjalanan panjang. Jejak sejarah panjang itu bisa ditelisik di Museum Jenang yang terletak di Jalan Sunan Muria 33, Kota Kudus, Kudus.

Museum Jenang didirikan oleh PT Mubarokfood Cipta Delicia, perusahaan yang memproduksi jenang merek Mubarok. Museum didirikan sebagai tempat mengenalkan produk jenang dan sejarahnya kepada masyarakat.

Museum Jenang digagas pada 2010 bertepatan jenang Mubarok berusia satu abad. Namun, gagasan itu, baru terealisasi tujuh tahun kemudian.

Museum Jenang diresmikan pada Rabu, 24 Mei 2017 dan disebut-sebut sebagai museum jenang pertama dan satu-satunya di Indonesia.

Menyelisik Sejarah Jenang Kudus

Bangunan dua lantai itu dibagi dalam dua bagian. Bangunan bawah adalah gerai Mubarok Food. Di sini pengunjung bisa belanja produk jenang Kudus Mubarok dengan berbagai varian rasa. Selain itu, gerai juga menyediakan pilihan aneka produk oleh-oleh lainnya.

Museum Jenang di Jalan Sunan Muria 33, Kudus. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Ruang museum jenang berada di lantai atas. Jadi, berkunjung ke Museum Jenang, selain bisa belanja oleh-oleh khas Kudus di lantai bawah, sekaligus bisa berwisata sejarah, menyelisik jejak sejarah jenang Kudus di lantai dua.

Begitu naik tangga dan masuk ke ruang museum, kita akan disambut interior ruangan yang klasik dan memikat.

Segera di ruangan ini, kita disuguhi sebuah infomasi yang disematkan pada sebuah papan kayu yang dibuat artistik berisi foklor asal-usul jenang Kudus.

Dari papan informasi itu, kita menjadi tahu bahwa genealogi jenang Kudus sudah ada sejak beratus tahun lampau dan berkait erat dengan sosok Sunan Kudus.

Disebutkan, asal-usul jenang Kudus berawal saat cucu Mbah Denok Soponyono sedang bermain burung merpati di tepi sungai, lalu tercebur dan hanyut. Anak tersebut ditolong oleh warga.

Saat itu, melintaslah Sunan Kudus dan muridnya, Syekh Jangkung (Saridin), dan menghampiri warga yang sedang berkerumun.

Sunan Kudus berkesimpulan bahwa anak tersebut sudah mati. Namun Syekh Jangkung menyatakan anak tersebut hanya mati suri. Untuk membangunkannya, Syekh Jangkung meminta para ibu untuk membuat jenang.

Dari situlah kemudian Sunan Kudus berucap, “Suk nek ana rejaning jaman, wong Kaliputu uripe seka jenang”. Artinya, suatu saat kelak, sumber kehidupan warga Desa Kaliputu berasal dari usaha pembuatan jenang.

Sejak itu, produksi jenang Kudus di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota Kudus, berkembang hingga sekarang.

Sebagai bentuk rasa syukur atas berkah usaha jenang, setiap tanggal 1 Muharam digelar Kirab Tebokan atau disebut juga Arak-arakan Jenang.

Berpose dengan latar papan informasi legenda jenang Kudus. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Jenang Mubarok dari Generasi ke Generasi

Di museum itu juga digambarkan tentang proses pembuatan jenang melalui patung replika orang yang sedang mengaduk jenang.

Berbagai alat membuat jenang yang dulu dipakai membuat jenang  juga di-display, sehingga bisa mengantarkan imaji pengunjung pada proses pembuatan jenang dari masa ke masa.

Di antaranya ada mesin parut kelapa, mesin peras kelapa, alat susuk, alu (penumbuk) dan tebok (tempat jenang), lumpang, mesin mixer pengolahan jenang, dan mesin inkjet printing/labeling.

Dipajang pula potret pendiri dan pengelola jenang Kudus merek Mubarok dari generasi ke generasi, yang hingga sekarang telah memasuki generasi ketiga.

Dimulai dari perintis pertama jenang Mubarok, pasangan H. Mabruri dan Hj. Alawiyah sejak tahun 1910 hingga tahun 1940. Diteruskan generasi kedua, pasangan H. A. Sochib dan Hj. Istifaiyah sejak tahun 1940 hingga tahun 1992.

Selanjutnya generasi ketiga, pasangan H. Muhammad Hilmy, SE dan Hj. Nujumullaily, SE sejak tahun 1992 hingga sekarang.

Diorama Pasar Bubar tahun 1930-an tempat jenang Mubarok dipasarkan pertama kali. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Di Museum Jenang juga dihadirkan diorama Pasar Bubar, tempat dulu generasi pertama jenang Mubarok memasarkan jenangnya dari tangan ke tangan pada sekitar tahun 1930-an.

Pasar Bubar dulu terletak di sekitar Masjid Menara Kudus yang kini telah beralih wahana menjadi area parkir dan taman Menara Kudus.

Dengan melihat diorama Pasar Bubar, pengunjung dapat melihat proses transaksi dan cara penjualan jenang di masa itu.

Museum Jenang Tak Hanya Soal Jenang

Meski namanya Museum Jenang, tapi di dalamnya tak hanya soal jenang. Museum juga menggambarkan sejarah Kudus pada umumnya.

Di mulai dari adanya desain bangunan eksotis berupa tembok pagar keliling yang dibuat dari batu bata merah, yang mengingatkan pada gaya bangunan kerajaan Jawa kuno.

Di bagian tengahnya, terdapat replika Menara Kudus dengan dimensi tinggi kurang lebih 6 meter. Juga terdapat miniatur Masjid Menara Kudus dan kompleks makam Sunan Kudus.

Ada pula Rumah Adat Kudus di Museum Jenang. Rumah Adat Kudus biasa disebut dengan istilah “Joglo Kudus”.

Rumah tradisional masyarakat Kudus ini lazim juga disebut “Atap Pencu” dengan model bangunan yang didominasi seni ukir khas Kudus dan mencerminkan secara padu akulturasi budaya Jawa (Hindu), Persia (Islam), Cina (Tionghoa), dan Eropa (Belanda).

Lebih jauh lagi, museum juga menampilan foto Bupati Kudus dari masa ke masa yang dipasang secara berjajar. Juga dipajang beberapa foto Bupati Kudus tempo dulu dalam berbagai fragmen.

Antara lain foto Bupati Kudus saat berpose dengan Bupati Demak (1868) dan foto Bupati Kudus Raden Mas Toemenggoeng Tjondronegoro bersama saudara-saudaranya (1867).

Ada juga foto Bupati Kudus Raden Panji Toemenggoeng Hadinoto dan keluarganya di Pendopo Kabupaten (1924); Bupati Kudus Raden Panjie Toemenggoeng Hadinoto dan pejabat Belanda di Pendopo Kabupaten (1925), dan banyak lagi.

Museum juga menampilkan berbagai potret tokoh kretek Kudus Niti Semito dan pelbagai potret Kudus tempo dulu, antara lain jembatan kereta api di Tanggulangin (1900), interior pendopo Kabupaten Kudus (1923), stasiun kereta api (1936), kantor polisi Kudus (1928), Alun-alun Kudus (1936), petugas Telkom Kudus (1938), dan potret lawas lainnya.

Omah Kapal dibangun tahun 1930-an. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Selain menampilkan sejarah jenang dari masa ke masa dan sejarah Kudus tempo dulu melalui berbagai replika, diorama, dan potret, Museum Jenang juga menghadirkan ruang khusus yang dinamakan Ruang Gusjigang atau Gusjigang X-Building.

Pengunjung Museum Jenang langsung bisa masuk dan mengeksplorasi berbagai spot yang ditampilkan di ruang ini.

Di Ruang Gusjigang di antaranya ada galeri Alquran dan Asmaul Husna, omah kembar dan pesawat Fokker Nitisemito, omah kapal, dan ruang trilogi ukhuwah.

Di ruang trilogi ukhuwah pengunjung dapat menyelami pesan-pesan persaudaraan, utamanya dalam konteks dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yaitu NU dan Muhammadiyah.

Bila berkunjung ke Kudus, Museum Jenang bisa menjadi pilihan tamasya keluarga. Selain keseruan menyelisik sejarah jenang, juga bisa belanja oleh-oleh khas Kudus jenang Mubarok dan oleh-oleh khas lainnya.

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page