160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

“Ngèngèr”, Liburan, dan Pendidikan Karakter Anak

Ilustrasi seorang anak sedang belajar membuat kopi di sebuah kedai kopi saat liburan. (Smartgro/istimewa)

Smart Gro – Sudah sepekan memasuki musim liburan sekolah. Selain kesibukan persiapan masuk sekolah, ada kesibukan di saat libur, yakni liburan itu sendiri. Maka, tempat wisata dan kuliner menjadi lebih ramai dari hari biasanya.

Meski begitu, ada beberapa orangtua yang membuat hari libur sekolah, alih-alih dijadikan sebagai kesempatan hiburan yang sifatnya rekreatif semata. Liburan justru dimanfaatkan sebagai kesempatan pengembangan pendidikan karakter dan keterampilan terapan bagi anak-anaknya.

Proses pendidikan seperti itu sebenarnya sudah lama kita kenal. Hal ini perlu didinamisasi menjadi wacana baru untuk dibuat sebagai gerakan. Alasannya, agar liburan memiliki makna. Selebihnya, agar liburan juga tidak menjadi beban bagi sebagian orangtua.

Kenapa bisa demikian? Penulis masih ingat ketika masa liburan sekolah dulu. Kami, anak-anak, dititipkan di rumah kakek-nenek beberapa hari. Aktivitas kita di sana tentu saja adalah membantu kakek dan nenek, baik pekerjaan domestik maupun pekerjaan di sawah.

Kadang membantu di kios kecil milik nenek saat ada tetangga yang belanja. Hal ini, tentu, membuat liburan berbiaya murah.

Contoh lain adalah teman penulis. Saat liburan sekolah, biasanya dia dikirim orangtuanya ke pesantren milik familinya. Tentu saja, dia tidak liburan biasa. Dia diikutkan kegiatan pesantren yang tentu menjadikan dia musti belajar hidup mandiri.

Penitipan anak yang dilakukan orangtua penulis dan teman adalah bagian dari apa yang disebut sebagai ngèngèr.

Ngèngèr adalah kosa kata dari bahasa Jawa yang diartikan sebagai “ikut orang lain”. Orang yang diikuti biasanya adalah orang yang dianggap lebih sukses.

Dengan ngèngèr, setidaknya sebagai upaya untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran dari orang yang dipercaya bisa membantu anak agar bisa berhasil atau sukses di kemudian hari.

Dalam cerita pewayangan, falsafah ngèngèr ini terdapat pada lakon Bambang Soemantri Ngèngèr. Ini adalah sebuah cerita di mana Bambang Soemantri yang ingin sukses, dia pergi ngenger kepada Prabu Arjuna Sosrobahu.

Begitu juga kisah Jaka Tingkir yang ngèngèr kepada Sultan Trenggana atau yang lebih tua daripada kisah itu, yakni Damarwulan yang ngènger kepada seorang patih di Majapahit.

Mungkin kesannya, ngèngèr itu seperti “membudakkan diri” kepada orang lain untuk mendapatkan suaka hidup. Padahal, dalam pemahaman penulis, ngèngèr itu mirip sekali dengan apa yang bisa disebut sebagai magang.

Jika dipahami sebagai magang, maka pendidikan karakter dan keterampilan terapan akan lebih mudah diserap anak dibanding melalui bangku sekolah. Sebagaimana yang pernah penulis baca pada buku berjudul Magang Yuk! Merancang Aktivitas Magang Ala ABHome karya Dewi Citra Lestari (Juli 2017).

Dalam buku itu disebutkan bahwa magang bertujuan untuk membentuk karakter sukses, mendapatkan tangible-intangible knowledge, dan membangun semangat berwirausaha.

Buku ini juga menjelaskan secara detail tentang tahapan magang. Mulai dari menentukan jenis magang, mencari tempat magang, melakukan supervisi, hingga mengevaluasi pasca kegiatan magang.

Hemat penulis, liburan sekolah yang cukup panjang ini adalah kesempatan bagi orangtua untuk “menyekolahkan” putra-putrinya ke sekolah kehidupan dalam bentuk ngèngèr atau magang.

Editor: Badiatul M. Asti

Pengamat sosial, politik, dan ekonomi lokal.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page