160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Menyelisik Sejarah Ketupat, Lepet, dan Tradisi Kupatan (1)

SmartGro – Umat Islam di Indonesia, terutama di Jawa, mengenal dua lebaran. Pertama; lebaran Idulfitri yang jatuh pada 1 Syawal—yang ini juga dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia.

Kedua; lebaran ketupat yang jatuh seminggu setelah lebaran Idulfitri, yaitu pada tanggal 8 Syawal. Lebaran ketupat sering juga disebut sebagai syawalan, bakda kupat, riyaya kupat, atau kupatan.

Lebaran ketupat merupakan tradisi partikular Indonesia yang tidak dijumpai di belahan negara lain. Sebagaimana juga tradisi halal bihalal yang juga genuine dan khas Indonesia.

Lebaran ketupat dirayakan dalam skala kecil di musala atau masjid dengan menggelar acara selamatan dengan menu utama ketupat dan lepet.

Lebaran ketupat juga diselenggarakan dalam skala besar—bahkan kolosal—seperti tradisi syawalan di sejumlah daerah seperti di Demak, Kudus, Pekalongan, Jogja, dan Solo.

Tradisi Kupatan, Menggali Akar Historis

Secara historis, terdapat foklore yang banyak ditulis, yang menyebutkan bahwa lebaran ketupat atau tradisi kupatan mulai diperkenalkan oleh Walisongo, dalam hal ini Sunan Kalijaga, sejak masa Kesultanan Demak pada abad ke-16.

Tradisi kupatan diinisiasi dan dikreasi oleh Sunan Kalijaga sebagai media menyampaikan pesan-pesan kebajikan dan syiar Islam. Tradisi kupatan digelar pada tanggal 8 Syawal dengan maksud sebagai hari raya setelah menunaikan puasa sunah enam hari di bulan Syawal.

Inilah akar historis dan pesan filosofis di balik tradisi kupatan. Sehingga dapat dipahami, bila Idulfitri merupakan hari raya setelah menunaikan puasa Ramadan sebulan penuh, maka kupatan merupakan “hari raya” setelah menunaikan puasa sunah enam hari di bulan Syawal.

Puasa sunah enam hari di bulan Syawal sendiri merupakan shaum sunah yang memiliki keutamaan yang luar biasa karena menggenapi pahala berpuasa Ramadan menjadi setara puasa setahun.

Puasa sunah enam hari di bulan Syawal berikut keutamaannya disebutkan dalam sebuah hadits, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang masa. [HR. Muslim].

Memang, pelaksanaan puasa Syawal bisa dilakukan kapan saja sepanjang masih di bulan Syawal. Tapi menurut mazhab Syafi’i—yang dianut sebagian besar masyarakat Muslim Indonesia, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan segera setelah hari raya Idul Fitri, mulai 2 Syawal dan terus berurutan hingga 7 Syawal.

Tradisi Kupatan, Ijtihad Genius Sunan Kalijaga

Dalam konteks inilah tradisi kupatan boleh dibilang merupakan ijtihad genius Sunan Kalijaga untuk membumikan pengamalan puasa sunah enam hari di bulan Syawal.

Sayangnya, substansi yang menjadi akar historis dan filosofis di balik gagasan tradisi kupatan ini mulai dilupakan. Pesan dakwah ajakan melaksanakan puasa Syawal yang tersamar dalam tradisi kupatan tak lagi menjadi perhatian.

Setiap 8 Syawal, umat Islam Indonesia tetap merayakan tradisi kupatan. Di banyak daerah, tradisi kupatan tetap meriah, meski sebagian besar mereka yang ikut merayakan mungkin tak menjalankan puasa Syawal.

Realitas itulah yang dikritik oleh para ustaz salafi seperti Ustaz Riza Syafiq Basalamah, yang bila ditelesik, mereka sebenarnya sejak awal memang tidak apresiatif dan akomodatif dengan ragam tradisi semisal kupatan. Bahkan cenderung menyebut tradisi itu sebagai bid’ah.

Fenomena serupa juga terjadi pada lebaran Idulfitri. Boleh dibilang, Idulfitri telah menjadi hari raya bersama. Di Indonesia, mereka yang tak puasa Ramadan pun, banyak yang merayakaannya. Ikut berletih-letih mudik, juga berbaur dalam kegembiraan dan gempita Idulfitri.

Di luar upaya pelestarian tradisi kupatan—sebagai tradisi baik (sunah hasanah) yang patut di-uri-uri, kiranya menjadi tugas penting para cerdik pandai Muslim untuk melanjutkan misi dakwah Sunan Kalijaga.

Agar syiar Islam yang menggempita dalam tradisi kupatan tidak kehilangan substansinya. Apalagi keluar dari jalur (khittah)-nya. (bersambung)

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page