
Smart Gro – Boleh dibilang, tahun 2024 adalah tahun politik. Setelah perhelatan pemilu dan pilpres Februari lalu, kontestasi elektoral tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan kembali digelar.
Belajar dari proses kemenangan pasangan Prabowo–Gibran, menarik untuk dianalisis aspek-aspek yang memungkinkan ongkos politik yang dikeluarkan akan relatif lebih murah dibanding, misalnya ongkos politik yang dikeluarkan dengan kampanye konvensional secara masif.
Kampanye konvensional yang saya maksud adalah kampanye melalui iklan di koran, radio, baliho, televisi, dan media mainstream lainnya.
Saya mendapati sebuah buku bagus berjudul Contagious, Rahasia di Balik Produk dan Gagasan yang Viral yang ditulis Jonah Berger (Gramedia, 2014). Di dalam buku itu di antaranya mengulas aspek-aspek yang bisa mempengaruhi proses kampanye berbiaya murah.
Dalam marketing dikenal dengan WOM Marketing atau Word of Mouth Marketing. Arti dari WOM dan Contagious memiliki persamaan penafsiran, yakni gethok tular. Dalam perspektif kampanye politik, kemampuan untuk men-triger orang lain berbicara dan membicarakan ‘sesuatu’ terbilang lebih murah dari sisi biayanya.
Hanya saja, untuk bisa mencapai situasi viral, yang dibicarakan dari mulut ke mulut, perlu modal dasar yang bisa didesain untuk menjadi isu bersama. Jonah Berger dalam buku itu mensyaratkan setidaknya ada enam elemen agar isu itu bisa viral dan dibicarakan banyak orang.
Elemen pertama adalah adanya social currency, yang bisa kita terjemahkan sebagai sesuatu yang berharga dalam kaca mata sosial di masyarakat. Orang kaya tentu lebih diminati dibanding orang miskin. Orang pandai lebih dihargai dibanding orang bodoh.
Jadi, syarat untuk dibicarakan harus memiliki nilai sosial di masyarakat. Modal sosial itu yang mengantarkan seseorang menjadi lebih populer.
Seorang anak minum es lalu demam, itu hal biasa terjadi. Tidak akan memancing minat masyarakat untuk lebih tahu, es apa yang bisa mengakibatkan anak kecil demam. Berbeda jika yang demam itu adalah Rafatar. Siapa yang tidak mengenal putra dari Raffi Ahmad tersebut.
Modal sosial—yang bisa meningkatkan kepopuleran—adalah hal fundamental untuk selalu dibicarakan. Itulah mengapa, para politikus lebih suka menggandeng artis nasional. Sebab artis nasional memiliki modal sosial yang tinggi di masyarakat.
Jika melihat syarat ini, dalam kemenangan Prabowo-Gibran, pasangan ini memiliki modal sosial yang tinggi. Aktivitas mereka adalah tema yang cukup menarik untuk dibincangkan. Kamera media selalu berusaha mendapatkan angle terbaik agar tidak kehilangan momentum mereka berdua.
Elemen yang kedua adalah pemicu. Tujuannya agar modal sosial yang dimiliki menjadi lebih gurih jadi bahan berita dan jadi perbincangan di masyarakat.
Rafatar minum es lalu demam, mungkin tidak cukup untuk menarik minat orang. Tetapi ketika es yang diminum Rafatar seharga 100 juta misalnya, orang akan merasa perlu tahu lebih jauh. Apakah benar es seharga 100 juta memiliki korelasi. Pemicu yang bisa membangun persepsi pikiran banyak orang akan lebih mudah dikonversi menjadi bahan perbincangan.
Apalagi pemicunya hal kontroversial. Ingat tentang keputusan MK dan Samsul, tidakkah ada yang berpikir bahwa ini bagian dari strategi untuk men-trigger isu. Entahlah. Tapi dari kacamata marketing, ini sangat mengena dan berhasil.
Elemen yang ketiga adalah isu yang melibatkan emosi bagi banyak orang. Kalau melihat proses kampanye Prabowo-Gibran, ini hampir pasti mengambil isu kontroversial dan di antaranya akan meningkatkan adrenalin, baik bagi para pendukung maupun lawan politiknya.
Elemen yang keempat bersifat publik atau umum. Dalam konteks ini, isu asam sulfat betul-betul jadi isu publik dan berhasil dimanfaatkan oleh Prabowo-Gibran untuk selalu menjadi isu debat-debat di forum para pendukung pasangan calon.
Elemen kelima syarat untuk bisa viral dan selalu jadi perbincangan umum adalah practical value–nilai praktis bahwa itu akan jadi solusi bagi orang lain. Peran ini dilimpahkan ke Gibran pada debat nasional, di mana kalimat-kalimat yang disusun dalam debat itu selalu mengaitkan dengan solusi masa depan bangsa seperti green flation, smart farming, dan internet. Isu yang diangkat adalah isu untuk masalah umum bagi masyarakat
Elemen yang keenam adalah cerita atau story. Untuk menjadikan isu menjadi diperbincangkan dari mulut ke mulut harus ada cerita yang mengemas isu tadi.
Dari enam elemen ini, jika sekiranya bisa dipahami oleh tim sukses dalam pilkada Grobogan dan kemudian diformulasi sedemikian rupa ke dalam pelbagai strategi kampanye, maka ongkos politik yang dikeluarkan kiranya akan menjadi relatif lebih murah.
Tim sukses pasangan Bambang-Catur, misalnya, bila menilik enam elemen yang disebutkan Jonah Berger, maka setidaknya sudah punya empat modal. Isu pupuk, misalnya, dan juga beragam isu lain yang berkembang di masyarakat, sudah mewakili empat elemen.
Hanya perlu dua elemen lagi, yakni butuh pemicu dan story yang dikemas sedemikian rupa, misalnya mengapa Bambang-Catur perlu dan layak dipilih oleh masyarakat Grobogan.
Sekiranya tim sukses Bambang-Catur maupun tim sukses pasangan lainnya menghendaki ongkos politik yang dikeluarkan menjadi lebih murah, maka strategi ala Jonah Berger layak dipertimbangkan.
Editor: Badiatul M. Asti
Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan
You cannot copy content of this page