160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

H. Andi Patoppoi: Bupati Grobogan Pemrakarsa Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah

H. Andi Patoppoi. (Smartgro/istimewa)

Smartgro, Grobogan – Awal tahun 2024, tepatnya Kamis (25/1/2024), mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Indonesia Bersatu II, Andi Mallarangeng, berkunjung ke Kabupaten Grobogan. Kunjungan dalam rangka mengenang jejak kakeknya, Andi Patoppoi, yang pernah menjabat Bupati Grobogan, pada kurun waktu 1954-1957.

Kunjungan Andi Mallarangeng diterima Bupati Grobogan Hj. Sri Sumarni didampingi Sekda Anang Armunanto. Pertemuan berlangsung santai dan penuh canda. Mereka saling berbagi kisah.

Di penghujung pertemuan, Hj. Sri Sumarni menghadiahkan sebuah kenang-kenangan, berupa buku bertajuk “Grobogan Mempesona: Berbicara Sejarah dan Potensi” (2023), kepada Andi Mallarangeng.

Bupati Grobogan Hj. Sri Sumarni memberikan kenang-kenangan berupa buku kepada Andi Mallarangeng saat kunjungannya ke Grobogan awal tahun 2024 lalu. (Smartgro/Dok Setda Grobogan)

Siapa Andi Patoppoi?

Andi Patoppoi dilahirkan di Kajura, Bone, Sulawesi Selatan, pada 1910. Ayahnya seorang penguasa tertinggi Labuaja sekaligus panglima perang Kerajaan Bone terakhir bernama La Temmu Page Arung Labuaja

Meski ayahnya seorang anti Belanda, namun Andi Patoppoi mengenyam pendidikan gaya Belanda secara baik. Sejak muda, Andi Patoppoi telah menjadi pegawai negeri pemerintah Hindia Belanda. Dia berkali-kali pindah tugas.

Pada 1951-1954, Andi Patoppo ditugaskan ke Jawa sebagai Asisten Residen Koordinator Daerah Pati, Kudus, Jepara, dan Blora. Kemudian diangkat menjadi Bupati Grobogan tahun 1954, berkantor di Purwodadi.

Melalui akun instagramnya @andi_a_mallarangeng, Andi Mallarangeng menyatakan, kakeknya mungkin orang luar Jawa pertama yang menjadi bupati di Jawa. Saat kakeknya menjabat Bupati Grobogan, dirinya belum lahir.

Andi Mallarangeng mendapatkan cerita kakeknya menjadi Bupati Grobogan dari ibunya. Menurut cerita ibunya, suatu ketika Bung Karno datang ke Makassar dan berpidato di depan jajaran ASN saat itu.

Intinya, Bung Karno menantang ASN muda lulusan OSVIA/MOSVIA. Kata Bung Karno, “Kalau mau jadi pemimpin, jangan hanya berani memimpin di kampung sendiri. Apakah saudara siap?”

Kakek saya berdiri dan menjawab: “Siap!”

Menurut Andi Mallarangeng, pikiran Bung Karno adalah nation building. Pemuda Sulawesi harus berani bertugas di Jawa. Pemuda Jawa harus berani bertugas di Sumatra. Dan pemuda Sumatra harus mau ditugaskan di Kalimantan atau Sulawesi, dan sebaliknya.

Tidak lama kemudian, lanjutnya, setelah Bung Karno kembali, keluar besluit untuk kakek saya sebagai Asisten Residen di Pati, Jawa Tengah. Setahun kemudian, pendopo Kabupaten Grobogan dibakar oleh PKI dan Bupati Grobogan tewas.

“Kakek saya kemudian dilantik menjadi Bupati Grobogan ke-21,” cerita Andi Mallarangeng.

Bupati Grobogan Pertama Seorang Santri

Andi Patoppoi adalah Bupati Grobogan pertama yang tidak seorang raden, melainkan seorang santri. Bahkan berasal dari luar Jawa dan bergelar haji.

Sebelumnya, semua Bupati Grobogan adalah seorang raden. Ketika masih di bawah kekuasaan Mataram, sejak bupati pertama Adipati Martopuro tahun 1749, hingga tahun 1864 sembilan bupati setelahnya, semuanya raden.

Ketika di bawah kekuasaan kolonial Belanda, bupati pertama Mertonegoro tahun 1864, hingga tahun 1954 sembilan bupati setelahnya, semua juga raden.

Sebelum dilantik sebagai bupati Grobogan, Andi Patoppoi sudah terlibat dalam penanganan wabah kusta di Jawa Tengah. Ketika itu, Andi Patoppoi menjabat sebagai ketua Jajasan Penolong Pemberantasan Kusta.

Ketika Andi Patoppoi menjabat Bupati Grobogan, jumlah penduduknya mencapai 163.385 jiwa. Luas sawahnya 120.385 hektare.

Memprakarsai Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah

Sebagai bupati yang berasal dari kalangan santri, Andi Patoppoi saat menjadi bupati Grobogan juga sekaligus merangkap sebagai Ketua Umum Partai NU Purwodadi (1954-1958).

Andi Patoppoi juga salah satu pemrakarsa terselenggaranya Multamar I Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah pada tahun 1957 di Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah.

Andi Patoppoi memprakarsai Muktamar I Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah di Magelang bersama KH. Muslih Abdurrohman (Mranggen, Demak), KH. Nawawi (Berjan, Purworejo), KH. Masruhan (Mranggen, Demak), dan KH. Khudlori (Tegalrejo, Magelang).

Nama Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah (tanpa an-Nahdliyyah) digunakan hingga Muktamar V yang diadakan di Madiun pada tahun 1975. Pada Muktamar VI di Probolinggo tahun 1984 disepakati penggunaan nama Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah sampai sekarang.

Perubahan nama itu berdasarkan Keputusan Muktamar NU ke-26 di Semarang tahun 1979. Keputusan NU itu dibuat berdasarkan usulan sebagian besar tokoh ulama thariqah sendiri dengan alasan agar jam’iyyah thariqah tidak dibawa-bawa ke kancah politik praktis.

Hasil keputusan itu berupa penetapan bahwa NU mempunyai badan otonom yang bernama: Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah. Biasa disingkat JATMAN.

Politikus NU yang Pemberani

Andi Patoppoi dikenal sebagai seorang yang pemberani. Darah ayahnya yang seorang panglima perang rupanya menitis di darah Andi Patoppoi. Andi Patoppoi dikenal sebagai sosok pemberani tanpa mengenal rasa takut.

Postur tubuhnya tinggi, besar, berkulit gelap, dan bersuara lantang. Itulah ciri khas yang membuat dirinya mudah dikenali. Saat menjabat Bupati Grobogan, Andi Patoppoi secara terbuka dan terang-terangan menyatakan diri sebagai Ketua Umum Partai NU.

Andi Patoppoi tidak gentar kendati Grobogan ketika itu dikenal sebagai basis utama PKI yang menjadi rival terbesar Partai NU. Andi Patoppoi sangat serius menjalankan tugasnya sebagai Ketua Partai NU. Sehingga Partai NU di wilayah kerjanya menjadi besar berkat kerja kerasnya.

Andi Patoppoi dikenal juga sebagai warga NU tulen. Di mana-mana dia selalu menunjukkan jati dirinya sebagai seorang nahdliyyin—istilah untuk menyebut warga NU.

Semasa hidupnya, Andi Patoppoi pernah menjabat Ketua Pepermi (Persatuan Pengasuh Rakyat Muslimin Indonesia)—sebuah wadah bagi orang NU yang menjadi pegawai negeri, semacam Korpri-nya orang NU. Dia menggantikan Bupati Tuban KH. Musta’in, yang meninggal dunia tahun 1963.

Ketika pemerintah Orde Baru menerapkan kebijakan monoloyalitas, di mana seluruh pegawai negeri wajib mendukung Golkar, Andi Patoppoi tetap setia di dalam NU. Sejak 1972, dia menjadi anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Partai NU. Ketika MPRS terbentuk, dia menjadi anggotanya mewakili NU.

Ketika perkembangan politik mengantarkan NU berfusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Andi Patoppoi juga turut berkampanye untuk PPP. Lalu duduk di Fraksi Persatuan pembangunan (FPP) DPRD Sulawesi Selatan dari unsur NU, hingga wafatnya.

Andi Patoppoi meninggal dunia pada September 1977. Jasadnya dimakamkan di pemakaman umum Panaikang, Makassar.

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page