160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Menyigi Kelezatan Sate Klathak Khas Jogjakarta

Sate klathak, sate kambing khas Jogjakarta yang ikonis dan eksotis. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Smartgro, Jogjakarta – Sate klathak adalah sate kambing versi Jogjakarta yang khas, ikonis, dan eksotis. Sate klathak adalah prototip sate kambing dengan penampilan, bumbu, dan pelengkap yang, menurut saya, anti mainstream dibanding sate kambing pada umumnya.

Dalam buku yang saya tulis berjudul Riwayat Kuliner Indonesia, Asal-usul, Tokoh, Inspirasi, dan Filosofi (2022), saya menyebutkan setidaknya empat karakteristik sate klathak, yang membuatnya berbeda dengan sate kambing pada umumnya:

Pertama; tusuk sate atau sujen yang digunakan bukan berasal dari bambu pada umumnya, melainkan menggunakan ruji (jeruji sepeda). Kedua; dagingnya tidak dipotong dadu, melainkan dipotong melebar dan relatif lebih besar.

Ketiga; karena daging dipotong lebih besar, maka dalam penyajiannya, satu porsi sate klathak cukup 2 tusuk sate (isi 12-16 potong daging), tidak 10 tusuk sate pada umumnya. Keempat; sate disajikan dengan kuah gulai.

Satu lagi, bumbu dalam sate klathak tergolong minimalis, hanya bawang putih dan garam. Jadi, sebelum dibakar di atas bara, potongan daging kambing yang sudah ditusukkan ke sujen, direndam dalam bumbu, setelah itu baru dibakar.

Meski minimalis, sate klathak sudah sangat masyhur kelezatannya, sehingga menjadi salah satu destinasi kuliner para pelancong saat berkunjung ke Jogjakarta.

Seporsi sate klathak (2 tusuk) disajikan dengan nasi hangat dan kuah gulai. Daging satenya empuk, sangat cocok dicocol dengan kuah gulai yang gurih.

Asal-usul Sate Klathak

Sejarah sate klathak pertama kali dikreasi dan diperkenalkan oleh Hamzah—atau kemudian populer dengan sapaan Mbah Ambyah, sejak tahun 1940-an.

Ceritanya, sekitar tahun 1930-an, Mbah Ambyah bekerja menjadi kusir andong rute Bantul – Kota Jogja. Pekerjaan itu dilakoninya bertahun-tahun, sehingga suatu ketika tercetus ide untuk berjualan sate.

Tahun 1945, Mbah Ambyah memulai usaha jualan sate di Pasar Jejeran, Bantul. Satenya adalah sate kambing dengan bumbu minimalis yang kita kenal sekarang.

Mbah Ambyah berinisiatif menggunakan jeruji sepeda sebagai sujen dengan pertimbangan tidak mudah patah saat proses pembakaran sate. Juga jeruji dapat mengantarkan panas, sehingga daging sate bisa lebih matang secara merata.

Dalam sate klathak, potongan daging ditusuk dengan jeruji sepeda dan dibumbui garam dan bawang putih. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Soal nama satenya, Mbah Ambyah tidak pernah memberikan pengertian khusus. Mbah Ambyah pun tidak ambil pusing dengan nomenklatur sate kreasinya itu. Namun di kalangan penggemar satenya, muncul dua versi asal-usul nama sate klathak, yang dituturkan dari mulut ke mulut.

Versi pertama menyebutkan, penamaan “klathak” dikaitkan dengan bunyi suara yang keluar saat sate dibakar. Saat proses pembakaran sate, bara api dari arang yang beradu dengan jeruji sepeda menimbulkan bunyi kemretek atau gemeretak. Dari bunyi “thak thak” itulah lantas disebut “klathak”.

Versi kedua menyebutkan, penamaan klathak dikaitkan dengan saat orang makan sate ini. Orang yang makan sate kreasi Mbah Ambyah ibaratnya sedang nglethak (menggigit) sate yang ada di bilah jeruji sepeda. Sehingga dari kata nglethak itu disebutlah “klathak”.

Entah versi mana yang lebih tepat, para penggemar sate klathak pun tak pernah ambil pusing dengan asal-usul penamaan itu. Sebagaimana Mbah Ambyah sendiri sebagai kreatornya.

Yang pasti, sate klathak telah menjadi bagian dari khazanah kuliner Jogjakarta yang banyak diburu pelancong.

Sate Klathak Pak Bari

Sate klathak yang ikonis dan populer membuat perjalanan kuliner saya tak terhindarkan untuk tidak mencicipi kuliner khas Jejeran, Bantul, itu.

Karenanya, suatu malam, bertahun lalu pada Desember 2018, saat hujan mengguyur kota Jogja, saya bersama istri dan kedua anak perempuan saya—kebetulan sedang liburan di Jogjakarta, memutuskan untuk menjadikan sate klathak sebagai menu santap malam.

Inginnya sih meluncur ke pasar Jejeran, tempat di mana dulu Mbah Ambyah memulai berjualan sate klathak. Di sana ada sate klathak Pak Bari—generasi ketiga dari keluarga besar Mbah Ambyah.

Warung sate Pak Bari terletak di dalam pasar Jejeran, tepatnya di Pasar Wonokromo, Jalan Imogiri Timur No. 5, Wonokromo, Pleret, Bantul, Jogjakarta.

Jejak sejarah yang panjang dan melegenda serta keunikan sate klathak menjadikan warung sate Pak Bari pernah menjadi salah satu lokasi syuting film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) 2.

Dalam film itu, terdapat fragmen Rangga (Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian sastrowardoyo) tengah menikmati kelezatan sate klathak di tempat makan yang begitu sederhana itu.

Kabarnya, sejak digunakan sebagai lokasi syuting AADC 2, warung sate klathak Pak Bari semakin populer dan pengunjungnya semakin banyak.

Kabarnya, para seniman Jogjakarta juga sering ke warung sate Pak Bari, termasuk Butet Kartaredjasa. Sate klathak Pak Bari memang masyhur kelezatannya. Dagingnya empuk, lembut dan gurih.

Sayang, suasana Jogja yang diguyur hujan deras dan lokasi yang terlampau jauh dari paviliun tempat kami menginap, menjadikan kami mengurungkan niat untuk menuju ke pasar Jejeran.

Saya pun mencari sate klathak terdekat, dalam arti yang terjangkau secara jarak.

Sate Klathak Pak Jede

Bersama kedua anak perempuan saya menikmati sate klathak Pak Jede. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Dari selancar di dunia maya, sate klathak rekomendasi dan terdekat adalah Sate Klathak Pak Jede di Jalan Nologaten No. 46, Nologaten, Condongcatur, Depok, Sleman.

Kami pun meluncur dari paviliun tempat kami menginap menuju ke Sate Klathak Pak Jede, menerobos guyuran hujan kota Jogja dengan naik GrabCar.

Sesampai di lokasi, kami segera masuk ke warung sate klathak Pak Jede yang luas. Sudah banyak pengunjung, tapi masih ada beberapa meja yang kosong. Kami memesan beberapa porsi sate klathak.

Sate klathak Pak Jede termasuk “pendatang baru” dalam dunia persatean klathak. Baru eksis sejak 2013. Dari sisi geografis, sate klathak Pak jede hadir di tengah kota Jogja, sehingga menjadi pilihan bagi pelancong yang sedang berada di dalam kota.

Sate Klathak Pak Pong

Namun, perburuan saya terhadap sate klathak tak berhenti dengan telah menyantap sate klathak Pak Jede. Saya masih didera penasaran untuk menyantap sate klathak langsung dari Jejeran.

Sate Klathak Pak Pong, sangat ramai saat jam makan siang. (Smartgro/Badiatul M. Asti)

Tahun 2019, saat saya kembali lawatan ke Jogja, saya manfaatkan kesempatan untuk berburu sate klathak di daerah Jejeran. Karena siang hari, sate klathak Pak Pong menjadi pilihan.

Tak salah, karena sate klathak Pak Pong juga sangat masyhur kelezatannya. Warung sate klathak Pak Pong beralamat di Jalan Sultan Agung No 18, Jejeran II, Wonokromo, Pleret, Bantul—tak jauh dari kawasan Imogiri.

Saat saya tiba di lokasi, pengunjung sudah sangat ramai. Maklum, saya datang saat jam makan siang. Saya pun harus rela antre cukup lama.

Di sela antre itulah saya manfaatkan untuk izin melihat dan memotret proses pembuatan sate klathak. Saya memotret beberapa tahap proses pembuatan sate klathak, sejak penusukan daging ke sujen, perendaman daging ke bumbu, hingga pembakaran sate.

Setelah pesanan saya tiba, saya pun menyantap dengan lahap seporsi sate klathak dan seporsi  thengkleng yang memang sungguh lezat. Pantas bila pengunjungnya banyak dan rela antre.

Selain sate klathak Pak Bari, Pak Jede, dan Pak Pong, tentu masih banyak sate klathak enak lainnya di Jogjakarta.

Kelezatan sate klathak yang masyhur, mengingatkan saya pada perkataan Mbah Ambyah sebagai kreator sate klathak, kepada Zabidi—anaknya, saat Zabidi ikut membantu ayahnya berjualan sate klathak di Pasar Jejeran.

“Sate klathak bukan varian sate baru, melainkan asli dibikin buat memudahkan dan mengingatkan akan sesuatu yang suatu saat akan ngangeni (bikin rindu),” begitu ujaran Mbah Ambyah yang selalu terngiang di telinga Zabidi, seperti dikutip oleh Syafaruddin Murbawono dalam buku berjudul Monggo Mampir, Mengudap Rasa Secara Jogja (2009).

Mbah Ambyah benar. Sate klathak kini telah menjadi bagian penting dalam khazanah kuliner Jogjakarta yang dirindukan. Bila ke Jogja, sate klathak adalah target kulineran saya selain gudeg dan brongkos.

Juga kuliner Jogja menggoda lainnya hahaha…

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page