160 x 600 AD PLACEMENT
160 x 600 AD PLACEMENT

Swike Purwodadi: Tradisi Kuliner Tionghoa dalam Akulturasi dan Transformasi

Swike Purwodadi, menu akulturasi budaya kuliner Tionghoa. (Smartgro/Swike Purwodadi Bu Tatik)

Smart Gro, Grobogan – Dalam atlas kuliner Indonesia, nama Grobogan lama-lamat terbaca. Grobogan nyaris tak pernah diperhitungkan di kancah perkulineran Indonesia.

Bahkan nama Grobogan sendiri sebagai nama kabupaten, belum dikenal khalayak luas. Dulu, orang luar Grobogan banyak yang tidak tahu nama Grobogan. Tahunya Purwodadi.

Bahkan, hingga sekarang pun, masih saja ada orang luar Grobogan yang lebih tahu Purwodadi ketimbang Grobogan. Padahal nama resmi kabupatennya adalah Grobogan, sedang Purwodadi adalah nama ibu kotanya, tempat pusat pemerintahannya berada.

Terlepas dari itu, dulu, bila menyebut nama Purwodadi, maka yang terbayang adalah sebuah kuliner ekstrem berbahan utama daging katak atau kodok. Nama kulinernya adalah Swike.

Berpuluh tahun swike menjadi kuliner khas Purwodadi paling populer sekaligus paling hegemonik. Seolah Purwodadi tak punya kuliner khas lainnya. Di berbagai kota besar, termasuk di Jakarta dan Bali, ditemukan sejumlah resto yang menjual menu utama “Swike Purwodadi”.

Swike memang populer sebagai kuliner khas Purwodadi. Di Purwodadi, tempat kuliner ini berasal, terdapat rumah makan swike terlegendaris yang telah eksis sejak tahun 1901. Rumah makannya diberi nama Swike Asli Purwodadi, terletak di Jalan Kol. Sugiono 11, Purwodadi.

Saat ini Swike Asli Purwodadi sudah dikelola generasi kelima. Dulu, generasi pertama Swike Asli Purwodadi berjualan dengan pikulan berkeliling kota Purwodadi. Setelah itu, mangkal di rumah sendiri hingga sekarang. Dua cabangnya berada di Semarang dan Jogjakarta.

Swike Purwodadi dalam Peta Kuliner Indonesia

Secara genealogis, swike adalah kuliner hasil akulturasi dari budaya kuliner Tionghoa. Sejak dulu, orang Tionghoa banyak yang tinggal di Purwodadi, bergaul akrab dengan masyarakat setempat.

Sebuah restoran Swike Purwodadi di Jakarta Barat. (Smartgro/Miyako)

Bahan utama swike menggunakan daging kodok dan ciri paling menonjol dari hidangan ini adalah penggunaan taoco, sehingga cita rasa kuahnya menjadi sangat khas.

Hiang Marahimin dalam buku Masakan Peranakan Tionghoa Semarang (2011) menyatakan, daging kodok termasuk bahan yang sangat dihargai dalam dapur Tionghoa. Antara lain karena saat digoreng, dagingnya tidak menjadi liat seperti daging ayam.

Masih menurut Hiang Marahimin, tidak semua kodok bisa dimakan. Daging kodok yang paling bagus berasal dari Purwodadi. Masakan swike yang terkenal pun disebut swike Purwodadi.

Bondan Winarno dalam buku 100 Mak Nyus Joglosemar (2016) juga menyatakan, Purwodadi merupakan kota yang terkenal dengan masakan swike. Meski swike juga eksis di Semarang, Solo, maupun Jogja.

Menurut Bondan Winarno, katak memiliki tekstur daging yang lembut dan empuk. Mirip ayam, tetapi jauh lebih lembut. Katak dapat digoreng dengan tepung, atau digoreng dengan mentega, maupun dimasak dengan kuah taoco.

Paha katak yang berukuran besar biasanya lebih sesuai untuk digoreng tepung. Sedangkan yang berukuran kecil dan sedang cocok dimasak kuah. Paduan aroma jahe, taoco, dan bawang putih sangat harum dan menggugah selera.

Pengaruh Taoco dalam Kelezatan Swike

Selain swike goreng, sup katak atau swike kuah adalah jenis swike yang paling diminati. Dengan rasa gurih lembut dan serat yang halus, daging katak sangat pas dipadukan dengan taoco yang berkarakter kuat.

Konon kelezatan dalam swike kuah sangat dipengaruhi oleh kualitas taoco. Karena rasa gurih dan asam pada kuah swike berasal dari ‘tonjokan’ taoco.

Semakin kuat ‘tonjokan’ taoconya, semakin lezat cita rasa swike. Karena itu, pada swike Purwodadi, taoco diproduksi sendiri untuk menjaga standar kualitas yang diinginkan.

Taoco sendiri adalah bumbu dasar yang biasa digunakan dalam tradisi kuliner Tionghoa. Menurut Aji ‘Chen’ Bromokusumo dalam buku Peranakan Tionghoa dalam Kuliner Nusantara (2013), taoco berasal dari kata dòu jiāng (baca: tou ciang). Dalam dialek Hokkian jadi berbunyi tau co, yang seiring perkembangannya menjadi taoco.

Menurut Chen, bumbu bercita rasa khas ini adalah salah satu produksi kedelai yang difermentasikan dan menghasilkan warna, aroma, dan tekstur yang pas untuk flavoring agent. Rasa gurih yang dihasilkan taoco merupakan MSG alami dalam proses fermentasi kedelai dan penambahan larutan garam (brine).

Penggunaan taoco dalam kuliner Nusantara telah dikenal luas. Selain dalam sayur taoco di Medan, tauto di Pekalongan, juga digunakan untuk swike kuah yang menjadi signature dish kota Purwodadi. Taoco juga digunakan dalam pelbagai masakan lain.

Swike Asli Purwodadi Sejak 1901

Swike Purwodadi telah menorehkan jejak panjang perjalanan. Tahun 1901 disebut-sebut sebagai tahun di mana swike Purwodadi mulai eksis. Generasi pertama swike Purwodadi sekaligus pelopor Swike Asli Purwodadi adalah seorang etnis Tionghoa bernama Kong Giring.

Swike Asli Purwodadi Sejak 1901, pelopor swike di Kota Purwodadi. (Smartgro/istimewa)

Sebelum tahun 1900, sebenarnya Kong Giring telah mulai berjualan swike dengan cara berkeliling kota Purwodadi menggunakan pikulan. Namun tahun 1901 dipilih dan disematkan sebagai tahun eksistensi awal swike Purwodadi. Hal itu berdasarkan pada momen menempati rumah yang sekaligus dijadikan warung permanen.

Swike Purwodadi sudah alih generasi hingga generasi kelima. Generasi pertama adalah Koh Giring sendiri yang sekaligus sebagai pelopor swike Purwodadi. Dilanjutkan generasi kedua Kong Gwan Ling; lalu generasi ketiga Liem Gwan Tjay yang meninggal tahun 1987 dalam usia 87 tahun; diteruskan generasi keempat Oei Giem Nio.

Saat ini, usaha swike purwodadi diteruskan oleh generasi kelima, kakak-beradik, Tjan Giok Lien (Endang Lestari Ningsih) dan Cik Ping  (Shanty Tjandra Wati).

Tjan Giok Lien mengelola Warung Swike Asli Purwodadi Sejak 1901 yang beralamat di Jalan Kolonel Sugiyono 11 Purwodadi. Sedang adiknya, Cik Ping mengelola cabang Swike Asli Purwodadi di Semarang sejak tahun 1997, tepatnya di Jalan Imam Bonjol 69. Cik Ping juga membuka cabang di Jalan Diponegoro, Jogjakarta.

Transformasi Swike

Di kancah perkulineran Purwodadi, problem menyeruak terkait swike. Pangkal soalnya adalah soal keharaman daging kodok dari sisi fikih Islam. Menurut fikih Islam, daging kodok hukumnya haram. Maka masyarakat Grobogan yang mayoritas beragama Islam menerima kuliner ini setengah hati.

Demikian itu berlangsung berpuluh tahun. Sehingga meski Swike Purwodadi sangat terkenal dan banyak penggemarnya, baik dari dalam maupun luar daerah, namun di internal masyarakat Grobogan sendiri masih terjadi dilema karena ada kendala teologis.

Wikipedia bahkan mencatat, status haram daging kodok pernah menuai kontroversi, seperti contoh kasus di Demak. Bupati Demak ketika itu mendesak para pengusaha restoran swike untuk tidak mengaitkan swike dengan Demak.

Hal itu dianggap dapat mencoreng citra Demak sebagai Kota Wali sekaligus kota Islam pertama di pulau Jawa. Juga kebanyakan warga Demak adalah pengikut mazhab Syafi’i yang mengharamkan daging kodok.

Begitulah yang terjadi. Hingga dalam perkembangannya, warga Purwodadi mulai ada yang berkreasi dan berinovasi terhadap swike, tentu swike yang versi kuah, dengan mengganti protein kodok yang nonhalal dengan yang halal, seperti ayam dan entog.

Sehingga saat ini, di Kabupaten Grobogan lazim ditemui menu swike ayam atau swike entog di sejumlah warung makan. Sejujurnya, nomenklatur swike ayam atau swike entog ini tergolong lucu dan rancu. Mengingat arti kata “swike” yang berarti kodok.

Sebenarnya, secara entitas, swike bukanlah jenis masakan seperti opor, gulai, atau soto, yang bahan utamanya bisa diganti seperti disangka banyak orang.

Swike adalah bahan masakan itu sendiri karena arti swike adalah kodok. Sehingga dalam tradisi kuliner peranakan Tionghoa, ada dijumpai ragam hidangan swike, sejak swike goreng—yang disebut swie kee goreng, hingga swike kuah—yang disebut swie kee masak O.

Istilah “swikee” berasal dari dialek Hokkian: Súi-keSúi berarti air dan ke berarti ayam. Jadi kata Swikee atau Swike merupakan slang atau penghalusan menyebut kodok dengan “ayam air”.

Pakar kuliner Suryatini M. Ganie dalam buku karyanya Upaboga di Indonesia: Ensiklopedi Pangan & Kumpulan Resep (2003) mencantumkan entri Swike yang diartikannya sebagai “daging katak hijau”.

Maka, kuliner swike ya kuliner berbahan kodok sebagaimana arti swike itu sendiri. Karena itulah di kedai atau resto milik orang-orang Tionghoa, tak pernah ditulis “Swike Kodok” alias cukup ditulis Swike, karena arti swike itu sendiri adalah kodok.

Meskipun rancu, transformasi swike dari kodok ke ayam atau entog merupakan keniscayaan sebagai wujud pilihan dan kompromi, agar kuliner ini bisa diterima semua pihak dengan lapang hati.

Swike ayam atau swike entog menjadi ‘babak baru’ bagi khazanah kuliner Grobogan dan bisa dijumpai di sejumlah warung dan rumah makan.

Swike ayam dan swike entog adalah adaptasi dari swike asli versi kuah. Resepnya tetap merujuk pada swike asli versi kuah dengan tetap menonjolkan karakter kuat taoco dalam cita rasanya.

Sehingga boleh dibilang, kini swike telah bertransformasi menjadi nama sebuah masakan, yang proteinnya atau bahan utamanya bisa diganti menyesuaikan selera.

Bila menilik sejarah kuliner di Indonesia, kompromi dalam silang budaya kuliner memang jamak terjadi. Tak sedikit akulturasi budaya Tionghoa dengan daerah setempat membuat kuliner khas Tionghoa yang dasarnya tidak halal, dibuat versi halalnya.

Editor: Abu Fathan

Penulis dan citizen journalist yang menyukai (kajian) Islam, kuliner, dan sejarah.

Anda Mungkin Juga Menyukainya
Telah terbit buku GROBOGAN UNTOLD STORY

Mengupas cerita-cerita yang jarang diungkap menyangkut tokoh, tradisi, dan kuliner Grobogan

Promo Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau !

You cannot copy content of this page